Pages

Aug 4, 2011

Indonesia National Heroes

Jhon lie

John Lie adalah sosok legendaris dalam organisasi penyelundup senjata yang terentang dari Filipina sampai India. Jaringan ini punya kantor rahasia di Manila, Singapura, Penang, Bangkok, Rangon dan New Delhi.

John Lie, pelaut keturunan Tionghoa kelahiran Manado 9 Maret 1911, sebelum bergabung dengan ALRI adalah mantan awak kapal niaga KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij/ Maskapai Pelayaran Niaga Kolonial Hindia-Belanda) bernama “MV Tosari”.

Untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang masih sangat muda, kepemilikan senjata api adalah hal mutlak. Bahkan dalam perjanjian gencatan senjata Agresi Militer Belanda I,  Perdana Menteri Hatta menegaskan bahwa gencatan senjata tidak termasuk impor dan ekspor senjata oleh Republik.

Belanda tetap memberlakukan blokade terhadap Indonesia dalam rangka menghalangi kemerdekaan bekas jajahannya. Menyiasatinya, senjata diperjualbelikan dengan menembus blokade Belanda itu. Dari sanalah karier penyelundup John Lie mencapai puncaknya. Meskipun Republik muda itu tak punya dana, Lie berhasil mendapatkan senjata dengan cara barter dengan hasil bumi.

Menurut buku “The Indonesian Revolution and The Singaporean Connection”, harga senjata bervariasi. Tahun 1948, penyelundup menjual dua karabin dan ribuan magasin dengan bayaran satu ton teh. Satu senapan mesin dan ribuan magasin dihargai 2,5 ton teh, enam ton teh bisa digunakan untuk membeli enam senjata anti pesawat udara beserta ribuan magasinnya.

John Lie mendapat Penganugerahan sebagai pahlawan nasional baru pada  peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2009.


John Lie is a legendary figure in weapons smuggling organization that stretches from the Philippines to India. These networks have a secret office in Manila, Singapore, Penang, Bangkok, Rangon and New Delhi.


John Lie, sailors of Chinese descent born in Manado March 9, 1911, before joining the Navy is a former commercial fisher KPM (Koninklijke Maatschappij Paketvaart / Carriage Sailing Commerce Colonial Dutch East Indies) was named "MV Tosari".

To defend the sovereignty of the Republic of Indonesia is still very young, the ownership of firearms is absolute. Even in the ceasefire agreement the Dutch Military Aggression I, Prime Minister Hatta emphasized that the ceasefire does not include import and export of arms by the Republic.

Netherlands still imposed a blockade against Indonesia in order to hinder the independence of former colonies. As a workaround, bought and sold weapons to blockade the Dutch. That's where the smuggler John Lie career reached its peak. Although the young Republic did not have the funds, Lie managed to get a weapon by bartering with the earth.

According to the book "The Indonesian Revolution and The Singaporean Connection", weapon prices vary. In 1948, two carbines and smugglers selling magazines for a fee of one thousand tons of tea. One machine guns and thousands of magazines appreciated 2.5 tons of tea, six tons of tea can be used to buy six anti-aircraft guns and thousands of clip.


John Lie gets awarding of a new national hero on Heroes Day, 10 November 2009.

No comments: